Apa sich Outbound itu? Jika kita cari di Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka
tidak akan ketemu arti secara harfiah. Ada juga yang coba mengelaborasi bahwa Outbound
adalah “Out” = “keluar”, “Bound” = “Boundaries” (batas). Elaborasi ini hanya
kreatifitas para pelaku Outbound yang belum mengetahui sejarah Outbound. Dalam
dunia traveling, Outbound artinya membawa wisatawan dari dalam negeri keluar
negeri, sedangkan Inbound adalah wisatawan luar negeri yang datang ke dalam
negeri. Bagi orang telemarketing (berdasarkan pengalaman penulis karena pernah
pegang pelatihan dengan peserta telemarketing) Outbound adalah pesan (promo) yang
ingin disampaikan ke kostumer mengenai suatu produk dan Inbound adalah pesan/telpon
yang masuk (bisa jadi pertanyaan atau komplain) dari kostumer mengenai produk
yang dibeli kostumer.
Jadi, apa sebenarnya Outbound itu? Para praktisi pelatihan dengan metode
Experiential Learning di Indonesia yang tergabung dalam AELI (Asosiasi Experiential
Learning Indonesia), menduga bahwa Outbound adalah pergeseran kata yang berasal
dari Outward Bound®. Outward Bound® adalah sebuah lembaga pendidikan yang telah
berdiri sejak tahun 1941 oleh Kurt Hahn (1886). Pertama kali didirikan di Aberdovey, Wales. Outward Bound® Masuk ke Indonesia awal tahun
1990 dibawa oleh Djoko Kusumowidagdo dengan basecamp pelatihan di Jatiluhur –
Purwakarta – Jawa Barat. Fokus pelatihan yang diusung Outward Bound® lebih pada
pengembangan karakter siswa daripada sekedar pencapaian nilai-nilai akademik.
Outward Bound® sendiri merupakan institusi pendidikan pengembangan pribadi
yang menggunakan tantangan alam sebagai medianya. Landasan Filosofis pendidikan
Outward Bound ini adalah Experiential
Learning (pembelajaran berbasis pengalaman). Menurut Kurt Hahn tujuan yang
ingin ia terapkan dalam pelatihan Outward Bound® adalah : “Dengan mengalami keberhasilan terhadap suatu peristiwa (petualangan)
yang mendasar, seseorang dapat belajar secara lebih baik untuk menghormati
dirinya sendiri; dari rasa penghormatan diri dapat mengalir rasa kepedulian
terhadap orang lain; dari rasa kepedulian ini muncul komitmen untuk melayani sesama; di
dalam pelayanan yang tulus yang dilakukan setiap hari (selama pelatihan) bagi
kepentingan sesama bisa melandasi arah tujuan hidup yang lebih jelas”.
Kenapa Kurt Hahn memilih media alam terbuka & petualangan, ialah karena
petualangan di alam terbuka syarat akan membangun pengalaman yang lekat dan tidak terlupakan dalam diri peserta dengan
sebab – akibat (konsekuensi) yang nyata.
Bagaimana jika tidak dengan media petualangan? Apakah pengembangan diri ini
dapat dicapai? Bisa! Prinsipnya adalah media yang digunakan dapat memberikan pengalaman yang syarat pembelajaran
bagi peserta? Selain pengalaman melalui petualangan, pengalaman dengan
aktifitas teater, simulasi permainan dan atau sekolah lapang pun dapat menjadi
media belajar berbasis pengalaman yang efektif. Selain pengalaman, salah satu
elemen terpenting dalam pelaksanaan metode belajar berbasis pengalaman adalah
peran dari Guru/ Fasilitator untuk dapat mengarahkan pengalaman tersebut
menjadi sebuah pembelajaran. Inilah yang dinamakan belajar berbasis pengalaman
(experiential learning).
Dalam menjalankan pelatihan, Outward Bound® juga menggunakan media permainan
yang bertujuan untuk mencairkan suasana, permainan pemecahan masalah &
membangun kepercayaan, permainan tantangan ketinggian (High Ropes) yang biasa
dikenal Flying Fox. Permainan ini unik, menantang, seru & mudah untuk
ditiru. Disinyalir karena mudahnya adopsi permainan ini maka menjamurlah kegiatan
tantangan seperti halnya yang dilakukan Outward Bound®. Menjamurnya permainan/
tantangan ini lebih dikenal Outbound oleh masyarakat umum. Salah satu permainan
yang paling dikenal adalah Flying Fox. Bahkan ketika seseorang telah bermain
Flying Fox, ia mengatakan bahwa ia telah melakukan pelatihan pengembangan diri yang
bernama Outbound.
Dalam perkembangan Outbound di Indonesia terbagi menjadi 2 aliran yaitu lembaga
yang mengedepankan unsur pengembangan diri dengan metode belajar berbasis
pengalaman dan ada yang mengedepankan unsur wisata/fun. Lembaga yang mengedepankan unsur pengembangan diri &
memahami sejarah Outward Bound® hampir semuanya tidak menggunakan embel-embel
Outbound. Sedangkan lembaga yang mengedepankan unsur wisata/fun hampir semuanya menggunakan istilah
Outbound. Dalam perkembangannya, Outbound wisata/ fun ini jauh lebih pesat berkembang dan di adopsi oleh pelaku
pariwisata. Jika Villa, Hotel, dan Bumi Perkemahan menyediakan fasilitas
permainan tantangan ini (biasa diberi nama fasilitas Outbound) maka cukup
berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan & otomatis omzet
meningkat.
Dari fenomena pariwisata ini, untuk mengantisipasi angka kecelakaan dari
permainan Outbound, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif mengakomodir
standarisasi bagi pelaku Outbound. Alhamdulillah, AELI berhasil membantu
meluruskan pandangan tim penyusun standarisasi dari Kementerian Pariwisata
& Ekonomi Kreatif bahwa Outbound yang mereka maksud sebenarnya lahir dari
rahim pendidikan dengan tujuan pengembangan diri yang menggunakan metode
belajar berbasis pengalaman (Experiential
Learning). Kesepakatan dari Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional
Indonesia (SKKNI) ini tidak menggunakan istilah Fasilitator Outbound tetapi “Fasilitator
Experiential Learning disingkat FASEL”. Hasil SKKNI ini membagi 3 kategori
untuk kegiatan Experiential Learning
yaitu Rekreasi, Pengembangan Diri & Teurapetic.
Jadi disini jelas pembedaan antara Outbound dengan metode belajar
berbasis pengalaman. Outbound lebih pada pemberian nama yang salah kaprah
mengenai sebuah kegiatan. Untuk mempermudah dalam penyamaan persepsi dalam berkomunikasi
maka dengan cepat orang umum memberinya nama Outbound. Tidak semua lembaga
Outbound atau lembaga pelatihan berfokus untuk menerapkan metode belajar
berbasis pengalaman.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar