Selasa, 05 Maret 2013

APAKAH OUTBOUND METODE PEMBELAJARAN BERBASIS PENGALAMAN?


Apa sich Outbound itu? Jika kita cari di Kamus Besar Bahasa Indonesia, maka tidak akan ketemu arti secara harfiah. Ada juga yang coba mengelaborasi bahwa Outbound adalah “Out” = “keluar”, “Bound” = “Boundaries” (batas). Elaborasi ini hanya kreatifitas para pelaku Outbound yang belum mengetahui sejarah Outbound. Dalam dunia traveling, Outbound artinya membawa wisatawan dari dalam negeri keluar negeri, sedangkan Inbound adalah wisatawan luar negeri yang datang ke dalam negeri. Bagi orang telemarketing (berdasarkan pengalaman penulis karena pernah pegang pelatihan dengan peserta telemarketing) Outbound adalah pesan (promo) yang ingin disampaikan ke kostumer mengenai suatu produk dan Inbound adalah pesan/telpon yang masuk (bisa jadi pertanyaan atau komplain) dari kostumer mengenai produk yang dibeli kostumer.
Jadi, apa sebenarnya Outbound itu? Para praktisi pelatihan dengan metode Experiential Learning di Indonesia yang tergabung dalam AELI (Asosiasi Experiential Learning Indonesia), menduga bahwa Outbound adalah pergeseran kata yang berasal dari Outward Bound®. Outward Bound® adalah sebuah lembaga pendidikan yang telah berdiri sejak tahun 1941 oleh Kurt Hahn (1886). Pertama kali didirikan di Aberdovey, Wales. Outward Bound® Masuk ke Indonesia awal tahun 1990 dibawa oleh Djoko Kusumowidagdo dengan basecamp pelatihan di Jatiluhur – Purwakarta – Jawa Barat. Fokus pelatihan yang diusung Outward Bound® lebih pada pengembangan karakter siswa daripada sekedar pencapaian nilai-nilai akademik.
Outward Bound® sendiri merupakan institusi pendidikan pengembangan pribadi yang menggunakan tantangan alam sebagai medianya. Landasan Filosofis pendidikan Outward Bound ini adalah Experiential Learning (pembelajaran berbasis pengalaman). Menurut Kurt Hahn tujuan yang ingin ia terapkan dalam pelatihan Outward Bound® adalah : “Dengan mengalami keberhasilan terhadap suatu peristiwa (petualangan) yang mendasar, seseorang dapat belajar secara lebih baik untuk menghormati dirinya sendiri; dari rasa penghormatan diri dapat mengalir rasa kepedulian terhadap orang lain; dari rasa kepedulian ini  muncul komitmen untuk melayani sesama; di dalam pelayanan yang tulus yang dilakukan setiap hari (selama pelatihan) bagi kepentingan sesama bisa melandasi arah tujuan hidup yang lebih jelas”. Kenapa Kurt Hahn memilih media alam terbuka & petualangan, ialah karena petualangan di alam terbuka syarat akan membangun pengalaman yang lekat dan tidak terlupakan dalam diri peserta dengan sebab – akibat (konsekuensi) yang nyata.
Bagaimana jika tidak dengan media petualangan? Apakah pengembangan diri ini dapat dicapai? Bisa! Prinsipnya adalah media yang digunakan dapat memberikan pengalaman yang syarat pembelajaran bagi peserta? Selain pengalaman melalui petualangan, pengalaman dengan aktifitas teater, simulasi permainan dan atau sekolah lapang pun dapat menjadi media belajar berbasis pengalaman yang efektif. Selain pengalaman, salah satu elemen terpenting dalam pelaksanaan metode belajar berbasis pengalaman adalah peran dari Guru/ Fasilitator untuk dapat mengarahkan pengalaman tersebut menjadi sebuah pembelajaran. Inilah yang dinamakan belajar berbasis pengalaman (experiential learning).
Dalam menjalankan pelatihan, Outward Bound® juga menggunakan media permainan yang bertujuan untuk mencairkan suasana, permainan pemecahan masalah & membangun kepercayaan, permainan tantangan ketinggian (High Ropes) yang biasa dikenal Flying Fox. Permainan ini unik, menantang, seru & mudah untuk ditiru. Disinyalir karena mudahnya adopsi permainan ini maka menjamurlah kegiatan tantangan seperti halnya yang dilakukan Outward Bound®. Menjamurnya permainan/ tantangan ini lebih dikenal Outbound oleh masyarakat umum. Salah satu permainan yang paling dikenal adalah Flying Fox. Bahkan ketika seseorang telah bermain Flying Fox, ia mengatakan bahwa ia telah melakukan pelatihan pengembangan diri yang bernama Outbound.
Dalam perkembangan Outbound di Indonesia terbagi menjadi 2 aliran yaitu lembaga yang mengedepankan unsur pengembangan diri dengan metode belajar berbasis pengalaman dan ada yang mengedepankan unsur wisata/fun. Lembaga yang mengedepankan unsur pengembangan diri & memahami sejarah Outward Bound® hampir semuanya tidak menggunakan embel-embel Outbound. Sedangkan lembaga yang mengedepankan unsur wisata/fun hampir semuanya menggunakan istilah Outbound. Dalam perkembangannya, Outbound wisata/ fun ini jauh lebih pesat berkembang dan di adopsi oleh pelaku pariwisata. Jika Villa, Hotel, dan Bumi Perkemahan menyediakan fasilitas permainan tantangan ini (biasa diberi nama fasilitas Outbound) maka cukup berpengaruh signifikan terhadap kepuasan pelanggan & otomatis omzet meningkat.
Dari fenomena pariwisata ini, untuk mengantisipasi angka kecelakaan dari permainan Outbound, Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif mengakomodir standarisasi bagi pelaku Outbound. Alhamdulillah, AELI berhasil membantu meluruskan pandangan tim penyusun standarisasi dari Kementerian Pariwisata & Ekonomi Kreatif bahwa Outbound yang mereka maksud sebenarnya lahir dari rahim pendidikan dengan tujuan pengembangan diri yang menggunakan metode belajar berbasis pengalaman (Experiential Learning). Kesepakatan dari Standarisasi Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) ini tidak menggunakan istilah Fasilitator Outbound tetapi “Fasilitator Experiential Learning disingkat FASEL”. Hasil SKKNI ini membagi 3 kategori untuk kegiatan Experiential Learning yaitu Rekreasi, Pengembangan Diri & Teurapetic.
Jadi disini jelas pembedaan antara Outbound dengan metode belajar berbasis pengalaman. Outbound lebih pada pemberian nama yang salah kaprah mengenai sebuah kegiatan. Untuk mempermudah dalam penyamaan persepsi dalam berkomunikasi maka dengan cepat orang umum memberinya nama Outbound. Tidak semua lembaga Outbound atau lembaga pelatihan berfokus untuk menerapkan metode belajar berbasis pengalaman.